Manusia merupakan makhluk sosial
yang tidak bisa hidup tanpa bantuan
manusia lainnya. Manusia memerlukan
bantuan satu sama lainnya. Oleh karena
itu,
prinsip tolong menolong di antara
manusia tetap diperlukan guna
menyelesaikan
berbagai urusan demi kepentingan
bersama, baik melalui jual-beli, bercocok tanam,
menjadi karyawan dan lainnya, tetap
tidak dapat dilakukan oleh seorang diri.
Di dalam Islam, perilaku saling menolong
merupakan salah satu bentuk `ibadah
yang disyari`atkan. Allah Swt.
berfirman dalam QS. Al-Maidah/05: 02:
...Dan tolong-menolonglah kamu
dalam kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya. QS.
Al-Maidah’05: 02)
Ajaran Islam tidak pernah
mengajarkan sistem hidup individualistik, akan tetapi
hidup di antara satu
muslim dengan muslim
lainnya harus seperti sebuah
bangunan yang kokoh, yang saling menguatkan di antara yang satu
dengan lainnya.
Begitu pula, kehidupan manusia di
antara sesamanya bagaikan jasad atau
tubuh yang
utuh, yang apabila salah satu
anggota badannya sakit, maka seluruh
badanpun akan
dirasa sakit. Ajaran Islam menghendaki
masyarakat yang universal, seia-sekata,
ringan
sama dijinjing, berat
sama dipikul, dan saling
menolong di antara sesama. Ajaran
Islam tidak menghendaki
adanya sistem prioritas kemakmuran suatu kelompok,
akan
tetapi kemakmuran dalam suatu kelompok seyogianya mampu mengangkat
derajat kemakmuran kelompok yang
lemah, sehingga kaum yang lemah pada
gilirannya dapat terangkat
derajatnya.
Jalaluddin Rakhmat (1994: 264) menceritakan sekelumit kisah Baginda
Rasulullah Saw., sebagai berikut:
“Di suatu hari Baginda Rasulullah
Saw., pergi ke pasar untuk membeli pakaian. Hampir
saja masuk pasar, Rasulullah Saw. menemukan seorang yang sedang menangis. Ketika
ditanya oleh Rasulullah Saw., orang
itu mengatakatan bahwa dirinya disuruh oleh majikannya untuk berbelanja.
Namun uangnya hilang satu dirham. Mendengar jawaban itu,
Baginda Rasulullah Saw. mengganti
uang di budak yang hilang itu.
Kemudian, Rasulullah Saw.
masuk ke pasar, dan membeli pakaian yang dibutuhkannya.
Namun, setelah ke luar, ditemukannya
seorang mansuia yang hamir telanjang, Orang itu
berkata kepada Rasulullah
Saw.:”Siapa yang mau memberikan pakaian kepadaku, mudah-
mudahan Allah Swt. akan memberikan
pakaian pada hari qiamah nanti”. Lalu kain yang
baru saja dibeli oleh Rasulullah
Saw. diberikan kepada orang itu.
Kemudian Rasulullah Saw. ke luar pasar.
Tetapi ketika baru saja ke
luar, orang yang
ditemukanya pertama
kali menangis lagi, dan
ketika ditanya, orang itu
menjawab:”Ya
Rasulullah Saw. saya pulang
terlambat, dan majikan saya akan marah”.
Waktu itu pula
Baginda Rasulullah Saw. mengantarkan
orang itu ke rumah majikannya.--------Setelah
diceritakan tentang kesulitan
sang budak oleh Rasulullah Saw. kepada majikannya, sang
majikan budak itu merasa
terkesan dengan kebaikan Rasulullah
Saw., dan selang beberapa
hari, sang majikan itu membebaskan budaknya.
Mendengar berita itu, Rasulullah
Saw.
mengangkat kedua tangannya seraya
bersyukur dan berdo’a kepada Allah:”Ya Allah, belum
pernah ada dua dirham yang penuh
berkah seperti dua dirham pada hari ini”.
Dari sekelumit kisah Baginda Rasulullah Saw. di atas, ada nilai
yang amat
berharga, yakni sikap senang
menolong sesama hamba Allah.
Sikap ta`awun atau saling
menolong yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
merupakan salah
satu identitas muslim
yang wajib dijunjung
tinggi dan
dipribadikan, sebab hanya dengan
saling menolong secara baik dan benar,
segala
urusan yang dihadapi sesama muslim akan mudah
diselesaikan. Sikap senang
menolong sesama merupakan bagian
integral dari tanggung jawab sosial, dan sebagai
manifestasi keimanan dan ketaqwaan
seseorang.
0 komentar " KELUARGA ISLAMI YANG SAKINAH MAWADDAH WA RAHMAH ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar