MAKALAH ANTROPOLOGI
Pendahuluan
Sebuah masyarakat merupakan sebuah struktur yang terdiri atas saling hubungan peranan-peranan dari para warganya, yang peranan-peran tersebut dijalankan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Saling hubungan diantara peranan-peranan ini mewujudkan struktur-struktur peranan-peranan yang biasanya terwujud sebagai pranata-pranata (lihat Suparlan 1986, 1996, 2004a). Dan setiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan yang dimliki oleh masyarakat lainnya.
Kebudayaan (mengacu dari konsep Profesor Parsudi Suparlan, 2004b : 58-61) dilihat sebagai : (1) pedoman bagi kehidupan masyarakat, yang secara bersama-sama berlaku, tetapi penggunaannya sebagai acuan adalah berbeda-beda menurut konteks lingkungan kegiatannya; (2) Perangkat-perangkat pengetahuan dan kenyakinan yang merupakan hasil interpretasi atau pedoman bagi kehidupan tersebut. Dan kehidupan masyarakat kota-kota di Indonesia terdapat tiga kebudayaan yaitu : kebudayaan nasional, kebudayaan sukubangsa, dan kebudayaan umum. Kebudayaan nasional yang operasional dalam kehidupan sehari-hari warga kota melalui berbagai pranata yang tercakup dalam sistem nasional.
Kebudayaan kedua, adalah kebudayaan-kebudayaan sukubangsa. Kebudayaan sukubangsa fungsional dan operasional dalam kehidupan sehari-hari di dalam suasana-suasana sukubangsa, terutama dalam hubungan-hubungan kekerabatan dan keluarga, dan dalam berbagai hubungan sosial dan pribadi yang suasananya adalah suasana sukubangsa.
Kebudayaan yang ketiga yang ada dalam kehidupan warga masyarakat kota adalah kebudayaan umum, yang berlaku di tempat-tempat umum atau pasar. Kebudayaan umum muncul di dalam dan melalui interaksi-interaksi sosial yang berlangsung dari waktu ke waktu secara spontan untuk kepentingan-kepentingan pribadi para pelakunya, kepentingan ekonomi, kepentingan politik, ataupun kepentingan-kepentingan sosial. Kebudayan umum ini menekankan pada prinsip tawar-menawar dari para pelakuya, baik tawar-menawar secara sosial maupun secara ekonomi, yang dibakukan sebagai konvensi-konvensi sosial, yang menjadi pedoman bagi para pelaku dalam bertindak di tempat-tempat umum dalam kehidupan kota.
Suatu masyarakat dapat bertahan dan berkembang bila ada produktifitas. Yaitu warganya dapat menghasilkan sesuatu produk atau setidak-tidaknya dapat menghidupi dirinya sendiri. Dan bagi yang tidak produktif akan menjadi benalu yang dapat menghambat bahkan mematikan produktifitas tersebut. Dalam proses produktivitas tersebut ada berbagai ancaman, gangguan yang dapat mengganggu jalannya usaha dan bahkan mematikan produktivitas. Untuk melindungi atau menjaga warga masyarakat dalam melaksanakan produktivitasnya diperlukan adanya aturan, hukum maupun norma-norma. Dan untuk menegakkannya serta mengajak warga masyarakat untuk mentaatinya diperlukan institusi/pranata yang menanganinya salah satunya adalah polisi.
Masalah-masalah perkotaan begitu kompleks antara lain : penggunaan kekuatan sosial untuk menduduki tanah-tanah dalam wilayah kota yang bukan miliknya atau fasilitas-fasilitas lainnya, dan muncul wilayah-wilayah pemukiman liar dan kumuh di daerah perkotaan yang berfungsi sebagai kantong-kantong kemiskinan dan pensosialisasian kriminalitas, pelacuran, kenakalan dan kejahatan remaja, alkoholisme, narkoba dan berbagai permasalahan sosial lainya. Secara keseluruhan masalah-masalah tersebut juga turut mendorong terwujudnya lingkungan hidup perkotaan yang tidak kondusif bahkan dapat meresahkan akan terus muncul, berkembang, dan menjadi laten dalam kehidupan masyarakat.
DOWNLOAD BACA SELENGKAPNYA
Pendahuluan
Sebuah masyarakat merupakan sebuah struktur yang terdiri atas saling hubungan peranan-peranan dari para warganya, yang peranan-peran tersebut dijalankan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Saling hubungan diantara peranan-peranan ini mewujudkan struktur-struktur peranan-peranan yang biasanya terwujud sebagai pranata-pranata (lihat Suparlan 1986, 1996, 2004a). Dan setiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan yang dimliki oleh masyarakat lainnya.
Kebudayaan (mengacu dari konsep Profesor Parsudi Suparlan, 2004b : 58-61) dilihat sebagai : (1) pedoman bagi kehidupan masyarakat, yang secara bersama-sama berlaku, tetapi penggunaannya sebagai acuan adalah berbeda-beda menurut konteks lingkungan kegiatannya; (2) Perangkat-perangkat pengetahuan dan kenyakinan yang merupakan hasil interpretasi atau pedoman bagi kehidupan tersebut. Dan kehidupan masyarakat kota-kota di Indonesia terdapat tiga kebudayaan yaitu : kebudayaan nasional, kebudayaan sukubangsa, dan kebudayaan umum. Kebudayaan nasional yang operasional dalam kehidupan sehari-hari warga kota melalui berbagai pranata yang tercakup dalam sistem nasional.
Kebudayaan kedua, adalah kebudayaan-kebudayaan sukubangsa. Kebudayaan sukubangsa fungsional dan operasional dalam kehidupan sehari-hari di dalam suasana-suasana sukubangsa, terutama dalam hubungan-hubungan kekerabatan dan keluarga, dan dalam berbagai hubungan sosial dan pribadi yang suasananya adalah suasana sukubangsa.
Kebudayaan yang ketiga yang ada dalam kehidupan warga masyarakat kota adalah kebudayaan umum, yang berlaku di tempat-tempat umum atau pasar. Kebudayaan umum muncul di dalam dan melalui interaksi-interaksi sosial yang berlangsung dari waktu ke waktu secara spontan untuk kepentingan-kepentingan pribadi para pelakunya, kepentingan ekonomi, kepentingan politik, ataupun kepentingan-kepentingan sosial. Kebudayan umum ini menekankan pada prinsip tawar-menawar dari para pelakuya, baik tawar-menawar secara sosial maupun secara ekonomi, yang dibakukan sebagai konvensi-konvensi sosial, yang menjadi pedoman bagi para pelaku dalam bertindak di tempat-tempat umum dalam kehidupan kota.
Suatu masyarakat dapat bertahan dan berkembang bila ada produktifitas. Yaitu warganya dapat menghasilkan sesuatu produk atau setidak-tidaknya dapat menghidupi dirinya sendiri. Dan bagi yang tidak produktif akan menjadi benalu yang dapat menghambat bahkan mematikan produktifitas tersebut. Dalam proses produktivitas tersebut ada berbagai ancaman, gangguan yang dapat mengganggu jalannya usaha dan bahkan mematikan produktivitas. Untuk melindungi atau menjaga warga masyarakat dalam melaksanakan produktivitasnya diperlukan adanya aturan, hukum maupun norma-norma. Dan untuk menegakkannya serta mengajak warga masyarakat untuk mentaatinya diperlukan institusi/pranata yang menanganinya salah satunya adalah polisi.
Masalah-masalah perkotaan begitu kompleks antara lain : penggunaan kekuatan sosial untuk menduduki tanah-tanah dalam wilayah kota yang bukan miliknya atau fasilitas-fasilitas lainnya, dan muncul wilayah-wilayah pemukiman liar dan kumuh di daerah perkotaan yang berfungsi sebagai kantong-kantong kemiskinan dan pensosialisasian kriminalitas, pelacuran, kenakalan dan kejahatan remaja, alkoholisme, narkoba dan berbagai permasalahan sosial lainya. Secara keseluruhan masalah-masalah tersebut juga turut mendorong terwujudnya lingkungan hidup perkotaan yang tidak kondusif bahkan dapat meresahkan akan terus muncul, berkembang, dan menjadi laten dalam kehidupan masyarakat.
DOWNLOAD BACA SELENGKAPNYA
0 komentar " DINAMIKA DAN POTENSI KONFLIK PADA MASYARAKAT KOTA METROPOLITAN : Antara Fakta Dan Solusi ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar