Cinta pada keindahan adalah kecenderungan tiap manusia. Ia adalah fitrah yang
dianugerahkan Allah SWT kepada manusia. Dia memberi kebebasan kepada setiap
manusia untuk mengekspresikan keindahan yang merupakan nalurinya. Manusia
diperkenankan melakukan kreativitas yang mendukung fitrahnya.
Allah SWT membuktikan kepada manusia bahwa Dia adalah Sang Pencipta keindahan. Salah satu nama Allah SWT dalam al-Asma al-Husna adalah al-Badi' yang berarti bahwa Dia adalah Tuhan yang selalu mendesain sesuatu dengan indah. Indahnya alam raya dengan segala isinya adalah bukti bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang Mahaindah. Rasululah SAW menegaskan, ''Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan.'' (HR Muslim)
Dorongan fitrah manusia untuk mengekspresikan potensi keindahan telah melahirkan aktivitas yang disebut dengan seni. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Dengan seni berarti manusia telah mengembangkan salah satu potensi yang ada dalam dirinya. Seni juga telah mampu menumbuhkan kepekaan jiwa manusia terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Seni yang sesuai dengan fitrah manusia dan dikehendaki oleh agama adalah seni yang mendukung kesucian fitrah. Seni yang mampu memotivasi semangat hidup manusia, menajamkan nurani, meninggikan spiritualitas, dan menjadi tempat persemaian nilai-nilai luhur. Nilai seni tidak terletak pada bentuk atau aktivitasnya tetapi pada substansinya yang merefleksikan kesucian fitrah manusia. Dalam hal ini ulama berpengaruh dari Mesir, Muhammad Qutub, berpendapat seni yang Islami adalah seni yang dapat menggambarkan wujud alam, kehidupan, dan manusia dengan 'bahasa' yang indah serta sesuai dengan cetusan fitrah. Ia adalah ekspresi jiwa yang menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan.
Seni tidak boleh dijadikan alat untuk bebas beraktivitas dalam hal-hal yang jelas-jelas melanggar etika, norma, dan kesusilaan. Kebebasan mengekspresikan keindahan tidak serta-merta menolerir setiap orang untuk berbuat apa saja dengan mengatasnamakan seni. Seni bukan media eksploitasi keindahan tubuh manusia, erotisme, sensualitas, dan aspek lain yang hanya menyangkut sisi jasmaniah manusia. Jika itu yang terjadi, maka seni menjadi sebab terpuruknya manusia ke dalam jurang kehinaan dan kenistaan.
Muhammad Imarah, seorang pemikir Islam Mesir, menegaskan seni hendaknya membawa manfaat bagi manusia, mampu mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya serta memperhalus dan mengembangkan rasa keindahan dalam jiwa manusia. Itulah seni yang merupakan nikmat Allah SWT kepada manusia. Tetapi, jika seni hanya menjadi media pembangkangan dan kekufuran manusia, maka seni akan berganti menjadi bencana bagi kehidupan manusia.
Allah SWT berfirman, ''Di antara manusia ada yang menggunakan kata-kata yang tidak bermanfaat untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan, dan menjadikan jalan Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh siksa yang menghinakan.'' (Luqman: 6).
Karena itu, apa pun bentuk aktivitas seni, hendaknya berorientasi kepada pelestarian nilai-nilai luhur dan memberi manfaat bagi orang banyak. Wallahu a'lam. [Muhammad Irfan Helmy]
Allah SWT membuktikan kepada manusia bahwa Dia adalah Sang Pencipta keindahan. Salah satu nama Allah SWT dalam al-Asma al-Husna adalah al-Badi' yang berarti bahwa Dia adalah Tuhan yang selalu mendesain sesuatu dengan indah. Indahnya alam raya dengan segala isinya adalah bukti bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang Mahaindah. Rasululah SAW menegaskan, ''Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan.'' (HR Muslim)
Dorongan fitrah manusia untuk mengekspresikan potensi keindahan telah melahirkan aktivitas yang disebut dengan seni. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Dengan seni berarti manusia telah mengembangkan salah satu potensi yang ada dalam dirinya. Seni juga telah mampu menumbuhkan kepekaan jiwa manusia terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Seni yang sesuai dengan fitrah manusia dan dikehendaki oleh agama adalah seni yang mendukung kesucian fitrah. Seni yang mampu memotivasi semangat hidup manusia, menajamkan nurani, meninggikan spiritualitas, dan menjadi tempat persemaian nilai-nilai luhur. Nilai seni tidak terletak pada bentuk atau aktivitasnya tetapi pada substansinya yang merefleksikan kesucian fitrah manusia. Dalam hal ini ulama berpengaruh dari Mesir, Muhammad Qutub, berpendapat seni yang Islami adalah seni yang dapat menggambarkan wujud alam, kehidupan, dan manusia dengan 'bahasa' yang indah serta sesuai dengan cetusan fitrah. Ia adalah ekspresi jiwa yang menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan.
Seni tidak boleh dijadikan alat untuk bebas beraktivitas dalam hal-hal yang jelas-jelas melanggar etika, norma, dan kesusilaan. Kebebasan mengekspresikan keindahan tidak serta-merta menolerir setiap orang untuk berbuat apa saja dengan mengatasnamakan seni. Seni bukan media eksploitasi keindahan tubuh manusia, erotisme, sensualitas, dan aspek lain yang hanya menyangkut sisi jasmaniah manusia. Jika itu yang terjadi, maka seni menjadi sebab terpuruknya manusia ke dalam jurang kehinaan dan kenistaan.
Muhammad Imarah, seorang pemikir Islam Mesir, menegaskan seni hendaknya membawa manfaat bagi manusia, mampu mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya serta memperhalus dan mengembangkan rasa keindahan dalam jiwa manusia. Itulah seni yang merupakan nikmat Allah SWT kepada manusia. Tetapi, jika seni hanya menjadi media pembangkangan dan kekufuran manusia, maka seni akan berganti menjadi bencana bagi kehidupan manusia.
Allah SWT berfirman, ''Di antara manusia ada yang menggunakan kata-kata yang tidak bermanfaat untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan, dan menjadikan jalan Allah itu sebagai bahan olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh siksa yang menghinakan.'' (Luqman: 6).
Karena itu, apa pun bentuk aktivitas seni, hendaknya berorientasi kepada pelestarian nilai-nilai luhur dan memberi manfaat bagi orang banyak. Wallahu a'lam. [Muhammad Irfan Helmy]
0 komentar " HAKIKAT SENI YANG ISLAMI ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar