TESIS : KEBIJAKAN PEMDA SINJAI TENTANG PENDIDIKAN GRATIS BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) (AnalisisPerdaNomor6 Tahun 2010)


A.    Latar Belakang Masalah
Kebijakan otonomi daerah yang berimplikasi pada otonomi pendidikan melalui Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 memberikan otonomi yang sangat luas kepada daerah, khususnya Kabupaten/Kota. Hal ini ditempuh dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat masyarakat, memberikan peluang pendidikan yang seluas-luasnya sesuai dengan potensi daerah setempat dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan efesiensi pelayanan publik di daerah, dan pada akhirnya diharapkan pula pencitraan cara pemerintahan yang (good governance)

Subtansi Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang dikenal dengan undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah memberi wewenang penuh kepada daerah untuk mengelola semua urusan rumah tangganya sendiri kecuali lima hal yang menyangkut : politik luar negeri, Agama, kehakiman, moneter dan fiskal. Undang-undang tersebut menempatkan pemerintah daerah menjadi sangat penting perananya dalam mengelola kepentingan rakyat. Pemerintah harus lebih responsif, aspiratif terhadap berbagai kebutuhan masyarakat.[1]
Dalam proses legislasi dan regulasi daerah, terjadi perubahan yang sangat menonjol. Semua peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota tidak lagi harus disahkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Seandainya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menyetujui sebuah rancangan perda, tidak lagi menunggu pengesahan dari pusat. Hal ini sangat jelas berbeda sekali dengan mekanisme yang diberlakukan sebelumnya melalui Undang-undang Nomor 5 tahun 1974.[2]
Seiring bergulirnya desentralisasi pendidikan yang merupakan dampak dari desentralisasi pemerintahan sebagai wujud dari Undang-undang nomor 22 tahun 1999. Desentralisasi pendidikan bukanlah sekedar dekonsentrasi dibidang pendidikan yang kekuasaannya diserahkan pusat kepada daerah otonom, akan tetapi desentralisasi pendidikan berkenang dengan masalah yang sangat mendasar, yaitu pendidikan adalah milik rakyat dan untuk rakyat, proses pengembangan social capital dan intellectual capacity dari suatu bangsa.[3]
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah menyebutkan bahwa sektor pendidikan bukan merupakan sektor yang dikelola oleh pusat.[4] Maka modifikasi publik dan bidang pendidikan di daerah Kabupaten/Kota, selain dapat diambil sebagai diskresi, berada pada koridor, dan bahkan merupakan amanat undang-undang. Kebijakan pendidikan berada pada ruang otonomi yang disediakan oleh perundang-undangan, dalam rangka mengantisipasi kondisi-kondisi khas yang terdapat pada setiap daerah otonomi di Indonesia.


[1] Edi Sunandi Hamid, Memperkokoh Otonomi Daerah : Kebijakan, Evaluasi dan Sasaran (Yogyakarta : UII Press, 2004), Hlm. 133-134.
[2] Syaukani HR dkk, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 186.
[3] Isjoni, Saatnya Pendidikan kita Bangkit, cet ke-1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007) hlm. 8.
[4] UU No 32 Tahun 2004 menyebutkan urusan yang tidak disentralisasikan adalah politik luar negeri, pertahanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, dan agama 


0 komentar " TESIS : KEBIJAKAN PEMDA SINJAI TENTANG PENDIDIKAN GRATIS BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) (AnalisisPerdaNomor6 Tahun 2010) ", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar

Followers