PENDAHULUAN
Kita semua pasti sudah tahu dan faham tentang hadits, bahkan kita sepakat
bahwa hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur‟an. Akan tetapi
berbeda dengan Al-Qur‟an yang dijamin kemurniannya oleh Allah SWT (bersifat
qaht‟i), kemurnian hadits bersifat lebih kepada dzanni.
Upaya untuk menjaga kemurnian dan eksistensi hadits, yaitu dengan cara para
sahabat, tabi‟in, tabi‟it-tabi‟in sampai generasi seterusnya menghimpun atau
mengkodifikasikan hadits. Sejak masa pertama hijrah, sebenarnya hadits sudah
dikodifikasi oleh personal-personal Ahli hadits, tapi pada masa ini masih terjadi
perdebatan, bahkan Rasulullah dan Para Khulafaurrasidin melarangnya untuk menulis
dan membukukan hadits, karena dikhawatirkan akan tercampurnya antara ayat-ayat
Al-Qur‟an dan Hadits dan akan terlalaikannya Al-Qur‟an karena pada masa ini
sebagian besar para sahabat masih mengandalkan hafalannya.
Namun sejalan dengan waktu maka haditspun mulai menyebar ke pelosok-
pelosok negeri yang mana dalam penyampaian hadits mengalami perbedaan
yang mengakibatkan hadits menjadi bermacam-macam dan beraneka ragam (variatif).
Berdasarkan realita tersebut, para ulama sepakat untuk mengumpulkan dan
membukukan hadits demi menjaga kemurnian dan keutuhan hadits. Pembukuan
hadits terlaksana pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang terkenal Wara‟i.
Dimasa inilah merupakan awal pengkodifikasian hadits.
Dalam proses pengumpulan dan pengkodifikasian hadits, tentunya bukan hal
yang mudah, banyak sekali kriteria dan klasifikasi yang diterapkan agar suatu khabar
dapat dikatakan sebuah hadits. Dari mulai kualitas, kuantitas perawinya, dan lain
sebagainya.
Dalam makalah ini, akan dibahas secara garis besar tentang Pembagian
Hadits Ditinjau Dari Jumlah Perawinya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, partisipasi saran dan kritik yang bersifat korektif
dan konstruktif dari para pembaca yang budiman sangatlah kami harapkan dalam
rangka perbaikan makalah ini.
DOWNLOAD
Kita semua pasti sudah tahu dan faham tentang hadits, bahkan kita sepakat
bahwa hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur‟an. Akan tetapi
berbeda dengan Al-Qur‟an yang dijamin kemurniannya oleh Allah SWT (bersifat
qaht‟i), kemurnian hadits bersifat lebih kepada dzanni.
Upaya untuk menjaga kemurnian dan eksistensi hadits, yaitu dengan cara para
sahabat, tabi‟in, tabi‟it-tabi‟in sampai generasi seterusnya menghimpun atau
mengkodifikasikan hadits. Sejak masa pertama hijrah, sebenarnya hadits sudah
dikodifikasi oleh personal-personal Ahli hadits, tapi pada masa ini masih terjadi
perdebatan, bahkan Rasulullah dan Para Khulafaurrasidin melarangnya untuk menulis
dan membukukan hadits, karena dikhawatirkan akan tercampurnya antara ayat-ayat
Al-Qur‟an dan Hadits dan akan terlalaikannya Al-Qur‟an karena pada masa ini
sebagian besar para sahabat masih mengandalkan hafalannya.
Namun sejalan dengan waktu maka haditspun mulai menyebar ke pelosok-
pelosok negeri yang mana dalam penyampaian hadits mengalami perbedaan
yang mengakibatkan hadits menjadi bermacam-macam dan beraneka ragam (variatif).
Berdasarkan realita tersebut, para ulama sepakat untuk mengumpulkan dan
membukukan hadits demi menjaga kemurnian dan keutuhan hadits. Pembukuan
hadits terlaksana pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang terkenal Wara‟i.
Dimasa inilah merupakan awal pengkodifikasian hadits.
Dalam proses pengumpulan dan pengkodifikasian hadits, tentunya bukan hal
yang mudah, banyak sekali kriteria dan klasifikasi yang diterapkan agar suatu khabar
dapat dikatakan sebuah hadits. Dari mulai kualitas, kuantitas perawinya, dan lain
sebagainya.
Dalam makalah ini, akan dibahas secara garis besar tentang Pembagian
Hadits Ditinjau Dari Jumlah Perawinya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, partisipasi saran dan kritik yang bersifat korektif
dan konstruktif dari para pembaca yang budiman sangatlah kami harapkan dalam
rangka perbaikan makalah ini.
DOWNLOAD
0 komentar " PEMBAGIAN HADITS DITINJAU DARI JUMLAH PERAWINYA ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar