Ajaran cinta
kasih ternyata tidak hanya milik agama Kristen saja. Nabi Muhammad sendiri
–yang notabene pembawa agama Islam– diutus oleh Allah untuk membawa misi
sebagai kasih sayang bagi alam semesta (rahmah
lil ‘alamin). Lebih jauh lagi, tasawuf sebagai salah satu bentuk
pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan betapa ajaran cinta (mahabbah) menempati kedudukan yang
tinggi. Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama sufi, seperti al-Ghazali,
menempatkan mahabbah sebagai
salah satu tingkatan puncak yang harus dilalui para sufi.
Wajah sejuk dan
teduh tasawuf yang mendedahkan cinta, dari dulu sejak zaman Rabi’ah al-Adawiyah
hingga di zaman modern sekarang, tak pelak menarik orang-orang yang tertarik
dengan pencarian kebahagiaan dan kebenaran hakiki. Apalagi di zaman modern
sekarang ketika alienasi sosial begitu banyak terjadi, terutama di masyarakat
Barat. Alienasi tersebut terjadi di antaranya karena kemajuan material ternyata
banyak mengorbankan penderitaan spiritual. Kemudahan-kemudahan hidup yang
dihasilkan oleh kemajuan teknologi modern membuat banyak orang jadi mengabaikan
ruang rohani dalam dirinya.
DASAR-DASAR AJARAN MAHABBAH
Dasar Syara’
Ajaran mahabbah memiliki dasar dan landasan,
baik di dalam Alquran maupun Sunah Nabi SAW. Hal ini juga menunjukkan
bahwa ajaran tentang cinta khususnya dan tasawuf umumnya, dalam Islam tidaklah
mengadopsi dari unsur-unsur kebudayaan asing atau agama lain seperti yang
sering ditudingkan oleh kalangan orientalis.
a.
Dalil-dalil
dalam al-Qur’an, misalnya sebagai berikut:
1)
QS. Al-Baqarah
ayat 165
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, sangat besar cinta mereka
kepada Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang berbuat zalim
itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan
itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya
mereka menyesal)
b.
Dalil-dalil
dalam hadis Nabi Muhammad SAW, misalnya sebagai berikut:
1
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ اْلإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Tiga hal yang barang siapa mampu melakukannya, maka ia akan merasakan
manisnya iman, yaitu: pertama Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai
daripada selain keduanya; kedua: tidak mencintai seseorang kecuali hanya
karena Allah; ketiga benci kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci
dilemparkan ke neraka.
….. وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا …
….Tidaklah
seorang hamba-Ku senantiasa mendekati-Ku dengan ibadah-ibadah sunah kecuali Aku
akan mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya
yang ia gunakan untuk mendengar; menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk
melihat; menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memukul; dan menjadi kakinya
yang ia gunakan untuk berjalan.
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِين
Tidak beriman
seseorang dari kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang
tuanya, dan seluruh manusia.
PEMBAHASAN
1.
Makna Cinta di
Kalangan Sufi
Dalam tasawuf,
konsep cinta (mahabbah) lebih
dimaksudkan sebagai bentuk cinta kepada Tuhan. Meski demikian, cinta kepada
Tuhan juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada
seluruh alam semesta. Hal ini bisa dilacak pada dalil-dalil syara’, baik dalam
Alquran maupun hadis yang menunjukkan tentang persoalan cinta. Sebagian dalil
tersebut telah disebutkan pada bagian sebelumnya dalam makalah ini.
Secara
terminologis, sebagaimana dikatakan al-Ghazali, cinta adalah suatu
kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat. Apabila kecenderungan
itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan rindu. Sedangkan sebaliknya, benci
adalah kecenderungan untuk menghindari sesuatu yang menyakiti. Apabila
kecenderungan untuk menghindari itu mendalam dan menguat, maka ia dinamakan
dendam.
Menurut Abu
Yazid al-Busthami mengatakan bahwa cinta adalah menganggap sedikit milikmu yang
sedikit dan menganggap banyak milik Dzat yang kau cintai. Sementara Sahl bin
Abdullah al-Tustari menyatakan bahwa cinta adalah melakukan tindak-tanduk
ketaatan dan menghindari tindak-tanduk kedurhakaan. Bagi al-Junaid, cinta
adalah kecenderungan hati. Artinya, kecenderungan hati seseorang kepada Allah
dan segala milik-Nya tanpa rasa beban.
2. Cinta Sejati
adalah Cinta kepada Allah
Bagi
al-Ghazali, orang yang mencintai selain Allah, tapi cintanya tidak disandarkan
kepada Allah, maka hal itu karena kebodohan dan kepicikan orang tersebut dalam
mengenal Allah. Cinta kepada Rasulullah SAW, misalnya, adalah sesuatu yang
terpuji karena cinta tersebut merupakan manifestasi cinta kepada Allah. Hal itu
karena Rasulullah adalah orang yang dicintai Allah. Dengan demikian, mencintai
orang yang dicintai oleh Allah, berarti juga mencintai Allah itu sendiri.
Begitu pula semua bentuk cinta yang ada. Semuanya berpulang kepada cinta
terhadap Allah.
Jika sudah
dipahami dan disadari dengan baik lima sebab timbulnya cinta yang telah
diuraikan al-Ghazali sebelumnya, maka juga bisa disadari bahwa hanya Allah yang
mampu mengumpulkan sekaligus kelima faktor penyebab cinta tersebut. Kelima
faktor penyebab tersebut terjadi pada diri manusia hanyalah bersifat metaforis (majazi), dan bukanlah hakiki. Hanya
Allah Yang Maha Sempurna. Ia tidak bergantung kepada apapun dan siapa pun.
Kesempurnaan itulah yang akan mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu
cinta terhadap Allah.
0 komentar " AJARAN MAHABBAH (CINTA DAN KASIH SAYANG) ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar