Al-Ustadzah
Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah
Apa yang sering
diangankan oleh kebanyakan laki-laki tentang wanita yang bakal menjadi
pendamping hidupnya? Cantik, kaya, punya kedudukan, karir bagus, dan baik pada
suami. Inilah keinginan yang banyak muncul. Sebuah keinginan yang lebih tepat
disebut angan-angan, karena jarang ada wanita yang memiliki sifat demikian.
Kebanyakan laki-laki lebih memperhatikan penampilan dzahir, sementara unsur
akhlak dari wanita tersebut kurang diperhatikan. Padahal akhlak dari pasangan
hidupnya itulah yang akan banyak berpengaruh terhadap kebahagiaan rumah
tangganya.
Seorang muslim
yang shalih, ketika membangun mahligai rumah tangga maka yang menjadi dambaan
dan cita-citanya adalah agar kehidupan rumah tangganya kelak berjalan dengan
baik, dipenuhi mawaddah wa rahmah, sarat dengan kebahagiaan, adanya saling
ta‘awun (tolong menolong), saling memahami dan saling mengerti. Dia juga
mendamba memiliki istri yang pandai memposisikan diri untuk menjadi naungan
ketenangan bagi suami dan tempat beristirahat dari ruwetnya kehidupan di luar.
Ia berharap dari rumah tangga itu kelak akan lahir anak turunannya yang shalih
yang menjadi qurratu a‘yun (penyejuk mata) baginya.
Demikian
harapan demi harapan dirajutnya sambil meminta kepada Ar-Rabbul A‘la (Allah Yang
Maha Tinggi) agar dimudahkan segala urusannya.
Namun tentunya
apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini tidak akan terwujud dengan baik
terkecuali bila wanita yang dipilihnya untuk menemani hidupnya adalah wanita
shalihah. Karena hanya wanita shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang
sebenarnya dalam suka maupun lara, yang akan membantu dan mendorong suaminya
untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hanya dalam diri wanita shalihah
tertanam aqidah tauhid, akhlak yang mulia dan budi pekerti yang luhur. Dia akan
berupaya ta‘awun dengan suaminya untuk menjadikan rumah tangganya bangunan yang
kuat lagi kokoh guna menyiapkan generasi Islam yang diridhai Ar-Rahman.
Sebaliknya,
bila yang dipilih sebagai pendamping hidup adalah wanita yang tidak terdidik
dalam agama1 dan tidak berpegang dengan agama, maka dia akan menjadi duri dalam
daging dan musuh dalam selimut bagi sang suami. Akibatnya rumah tangga selalu
sarat dengan keruwetan, keributan, dan perselisihan. Istri seperti inilah yang
sering dikeluhkan oleh para suami, sampai-sampai ada di antara mereka yang
berkata: “Aku telah berbuat baik kepadanya dan memenuhi semua haknya namun ia
selalu menyakitiku.”
Duhai kiranya
wanita itu tahu betapa besar hak suaminya, duhai kiranya dia tahu akibat yang
akan diperoleh dengan menyakiti dan melukai hati suaminya….! Namun dari mana
pengetahuan dan kesadaran itu akan didapatkan bila dia jauh dari pengajaran dan
bimbingan agamanya yang haq? Wallahu Al-Musta‘an.
Keutamaan wanita shalihah
Abdullah bin
Amr radhiallahu 'anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam:
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ
الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya
dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu
'anhu:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا
يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ
وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku
beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu
istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya3, bila diperintah4 akan
mentaatinya5, dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya.” (HR. Abu
Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih
3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
Berkata
Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah: “Tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
menerangkan kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta
selama mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar
gembira kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan
lebih kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia
akan selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia
tunaikan kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat bermusyawarah
dengannya dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu.
Engkau dapat meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati
perintahmu dan bila engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan
memelihara/mengasuh anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah pula bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ:
اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ،
وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ،
وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ
الضَّيِّقُ.
“Empat perkara
termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita (istri) yang shalihah, tempat tinggal
yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman.
Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek, istri
yang jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal
yang sempit.” (HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh
Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)
Ketika Umar
ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا
شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى
أَمْرِ الآخِرَةِ
“Hendaklah
salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa
berdzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR.
Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahih
Ibnu Majah no. 1505)
Cukuplah
kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah dengan anjuran Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk
mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ:
لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ
الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu
dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya
agama, engkau akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
Empat hal
tersebut merupakan faktor penyebabdipersuntingnya seorang wanita dan ini
merupakan pengabaran berdasarkan kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia,
bukan suatu perintah untuk mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah. Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh
menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara tersebut, akan tetapi
memilih wanita karena agamanya lebih utama. (Fathul Bari,
9/164)
Al-Hafidz Ibnu
Hajar rahimahullah berkata: “(فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ), maknanya: yang
sepatutnya bagi seorang yang beragama dan memiliki muruah (adab) untuk
menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya dalam segala sesuatu terlebih
lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama bersamanya (istri). Maka
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendapatkan seorang
wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan puncak keinginannya.”
(Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/
bersahabat dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan
mengambil manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka,
baiknya jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah
Shahih Muslim, 10/52)
Sifat-sifat
Istri Shalihah
Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ
لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Wanita (istri)
shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada
dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)
Dalam ayat yang
mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat kepada
Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya
ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas seorang istri
adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena
itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.”
Yakni taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang
bepergian, pen.), dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta
suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)
Ketika
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan
istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama
sebulan, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu
'alaihi wa sallam:
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ
يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ
تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
“Jika sampai
Nabi menceraikan kalian, 7 mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya
dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat,
taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim:
5)
Dalam ayat yang
mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah
yaitu:
a. Muslimat:
wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala), tunduk kepada
perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat:
wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala
c. Qanitat:
wanita-wanita yang taat
d. Taibat:
wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada
perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu
mereka.
e. ‘Abidat:
wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
(dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhuma).
f. Saihat:
wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir
Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا،
وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا:
ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila
seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya
dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam
surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, dishahihkan
Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660,
661)
Dari
dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat
istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
- Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
- Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
- Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
- Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.
- Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
- Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri
shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang
disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih
sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ
أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى
إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ
أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku
beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu
istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di
mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada
tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR.
An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah,
Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani
suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat
tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga
rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara
dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu 'anha menceritakan dia pernah
berada di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki
dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya:
“Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan
istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang
mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka mereka semua diam
tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah,
sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka
(para suami).” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ
مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ
يَنْظُرُوْنَ
“Jangan lagi
kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang bertemu
dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia
menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz
Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini
shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu
berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya
memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا
يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ
وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku
beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu
istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan
mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud
no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57:
“Hadits ini shahih di atas syarat Muslim.”)
5. Ketika
suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan
dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk
istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya
mengizinkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ
وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal
bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang
bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no.
1026)
6. Pandai
mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka
kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang
kufur.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?”
Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri)
kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di
antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang
tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu
kebaikan sama sekali.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no.
907)
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ
لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak
akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal
dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah no. 289)
7. Bersegera
memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan
yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut
terhadap berita Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ
رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ
الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى
عَنْهَا
“Demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat
tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka
terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim
no.1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً
فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila
seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya
para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no.
5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian yang
dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita
yang shalihah, amin.
1. Atau ia belajar
agama namun tidak mengamalkannya
2. Tempat untuk
bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah,
6/69)
3. Karena
keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya akhlaknya secara
batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul
Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud,
5/56)
4. Dengan perkara
syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
5. Mengerjakan apa
yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
6. Bukan dalam
bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
7. Allah Subhanahu
wa Ta'ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan menceraikan
istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi
menceraikan mereka, Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih
baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka. Ini merupakan
pengabaran tentang qudrah Allah , bukanrSubhanahu wa
Ta'ala dan ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi berarti ada orang yang
lebih baik daripada shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li
Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan
mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
“Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri
dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk Nabi-Nya
Shallallahu 'alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita
yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an,
18/127)
0 komentar " CIRI-CIRI DAN KEUTAMAAN ISTRI SHALIHAH ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar