Hidup adalah
karunia yang tidak ternilai harganya. Detik demi detik yang berjalan seiring
dengan pertumbuhan seorang anak manusia menuju kedewasaan adalah lembar-lembar
hidup yang bertabur dengan aneka ragam nikmat Ilahi. Namun tidak semua anugerah Ilahi ini dapat
diperoleh dengan cuma-cuma atau gratis,
sebab di dunia ini terdapat hukum alam di mana kerja keras dan kemampuan akal
pikiran harus dimaksimalkan untuk menggapai rezeki. Bila tidak, maka besar
kemungkinan seseorang akan hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan.
Di samping itu,
riwayat hidup seseorang sangatlah terbatas. Ajal atau batas waktu dimana ia
harus berpisah dengan gemerlap duniawi senantiasa mengintai. Sedangkan amal dan
perbuatan di dunia harus dipertanggung jawabkan di hadapan Sang Khaliq. Setelah
itu, akan nyatalah baginya apakah dia beruntung atau celaka. Bila ia beruntung,
ia akan mendapatkan lebih banyak lagi karunia dan kenikmatan berupa surga. Akan
tetapi, bila celaka, maka penyesalannya tidak akan lagi berguna baginya.
Karena
itu, hidup yang singkat ini haruslah diatur dan dimanage sedemikian rupa sesuai dengan petunjuk
yang digariskan oleh Allah swt. sehingga karunia Tuhan yang Maha Pemurah dapat
kita peroleh.
Allah berfirman:
وابتغ
فيما آتاك الله الدار الأخرة ولا تنس نصيبك من الدنيا وأحسن كما أحسن الله إليك
ولا تبغ الفساد فى الأرض إن الله لا يحب المفسدين. (القصص: 77)
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Nikmat
di dunia adalah sementara. Tetapi nikmat yang sementara ini sangat berarti
penting dan modal utama untuk kehidupan akhirat. Sedangkan kebahagiaan akhirat
adalah tujuan utama. Rasulullah bersabda:
الدنيا
مزرعة الأخرة
“Dunia adalah ladang akhirat”.
Membicarakan
tentang manajemen kehidupan dalam perspektif Al-Qur’an, sesungguhnya adalah
kisaran diskusi yang mempersoalkan hidup dan kehidupan manusia versi
Al-Qur’an. Di mana, kehidupan itu tidak
bisa dipisahkan dengan waktu dengan berbagai resiko yang ditinggalkannya.
Setiap, orang siapapun dia, apakah ibu-ibu rumah tangga, petani, nelayan,
teknokrat, pelajar, mahasiswa bahkan politikus sekalipun, bahwa dalam setiap
langkah, setiap ucapan, tindakan dan perbuatan dalam keseharian mereka, dapat
dipastikan terikat oleh waktu dan sangat mengandung resiko.
Resiko
itu kemungkinan bisa berasal dari diri sendiri, bisa dari orang lain, bisa dari
alam. Kerusakan properti atau kerugian keuangan dapat terjadi kapan saja, di
mana saja, dalam waktu dekat atau jangka panjang. Untuk itulah upaya manajemen kebidupan secara
pulgar dan antisipatif secara Qur’ani adalah merupakan upaya dan langkah yang
sangat tapat guna memperkecil kemungkinan terjadinya resiko (probabilaty of
loss). Yang penekanannya dalam
bincangan ini dititik beratkan pada aspek bagaiaman penggunaan dan pemamfaatan
waktu secara optimal, efficient dan
akurat.
Persoalannya
adalah karena apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang tidak satupun
manusia mampu memprediksikan secara pasti (the future is unknown). Karena segala kejadian hari esok adalah
merupakan misteri yang hanya diketahui oleh sang khalik.
Berbicara
masalah waktu Nabi Isa bin Maryam pernah menyatakan:
الدنيا ثلاثة أيام أمس مضى ما بيدك الشيئ وغدا لا تدرى أتدركه أم لا ويوم أنت فيه
“Dunia ini diikat oleh tiga proses waktu: 1) Hari kemarin yang
sudah lewat, 2) Hari esok yang masih berbentuk impian dan harapan (mungkin hari
esok itu akan kita jumpai atau tidak jumpai lagi), dan 3) Hari ini yang masih berada
digenggamanmu,”.
Berdasarkan ungkapan di atas seyogyanya
kita mampu memanajemen (mengendalikan) waktu, hingga waktu yang diandaikan oleh
Rasulullah SAW. laksana mata pedang yang
tajam, akan menjadi bumerang pada diri kita sendiri. Lebih-lebih sampai melibas urat nadi
kehidupan manusia. Sabda Rasulullah
SAW. sebagai berikut :
الوقت كالسيف إن لم تقطعها قطعك
“Waktu itu
(karena cepatnya) lakasana pedang, jika kita tidak mampu memanjemennya, maka
waspadalah justru waktu akan menjadi bumerang (musuh dalam selimut)”.
Oleh karenanya
sangat-sangat wajar apabila Allah swt. bersumpah (qasam) terhadap waktu
ini, sebagaimana yang terungkap dalam firman Allah surat Al-Ashr ayat 1 s.d 3 sebagai berikut:
والعصر . إن الإنسان لفى خسر .
إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر.
Demi
masa (waktu). Sesugguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian kecuali
orang-orang yang beriman, orang yang beramal saleh dan orang-orang yang saling
menasehati (supaya mentaati kebenaran).
Surat
Al-Ashr di atas adalah salah satu bukti bahwa Allah memperingatkan khusus
orang-orang Islam agar waspada dan hati-hati dalam hal waktu, lebih-lebih Allah
menyatakan lewat surah Al-Ashr itu secara general bahwa setiap orang posisinya
selalu rugi, baik rugi secara material atau rugi secara spiritual. Namun Allah mengecualikan tiga kelompok
manusia yang tidak rugi, yakni:
1. Orang yang beriman. Orang yang beriman tidak
rugi sebab dia sudah merefleksikan komitmennya (dulu saat masih dalam rahim)
ketika manusia masih dalam bentuk janin di saat Allah meniupkan ruh-Nya. Di saat itulah Allah meminta kesaksian
manusia dalam surat
Al-A’raf 172 :
ألست بربكم قالوا بلى شهدنا
“Apakah
kalian bersaksi Allah sebagai Tuhan kalian? Mereka menjawab menjawab: Ya Allah
kami bersaksi bahwa hanya engkau Tuhan kami.
Momen
tersebut di atas adalah bentuk transaksi sakral antara khalik dengan makhluk,
yang kemudian ditindak-lanjuti setelah manusia mulai mukallaf, hingga manusia
menyadari bahwa diri adalah merupakan ciptaan Allah, yang konsekwensi logisnya
menusia harus bersyukur dengan beriman, bertauhid dan menyembah hanya
kepada-Nya.
2. Orang yang beramal saleh. Nilai amal saleh
manusia kriterianya adalah apabila perbuatannya dilakukan atas dasar iman dan tauhid pada Allah, kemudian
dia tidak berlaku syirik pada Allah.
3. Saling menasehati untuk berbuat kebajikan.
Artinya setiap kepedulian sosial terhadap sesama diwujudkan dalam bentuk yang
lebih kongkrit yang cenderung mendorong orang untuk berbuat positif, bukan
tindakan destruktif, anarkhis yang cenderung merugikan semua pihak.
Oleh
karenanya sangat signifikan apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi’i yang disadur
oleh Ibnul Qoyyim Al-Jauzi dalam kitab “Daar al-Sa’adah” bahwa apabila
orang Islam menyadari, memahami, mengahayati betul-betul apa isi kandungan
surah Al-Ashr itu, maka tidak perlu Allah menurunkan Al-Qura’an sampai 114
surah, tapi cukup satu surah, Al-Ashr itu saja sudah cukup sebagai rujukan dan
pedoman hidup pribadi, sosial dan kemasyarkatan.
Namun
pada kenyataannya terlalu banyak orang-orang yang menyia-nyiakan waktu, dengan
hidup santai dibuai oleh mimpi-mimpi, lamunan-lamunan yang tidak pernah dapat
menyelesaikan masalah.
Sehubungan
dengan masalah waktu di atas, patut bagi kita untuk kembali merenungkan dan
meresponi tentang sumpah Allah lewat Surah Al-Ashr di atas. Dengan cara intropeksi diri tentang betapa
pentingnya penghormatan dalam pemakaian dan mejemen waktu, agar tidak termasuk
kelompok orang-orang yang merugi.
0 komentar " MANAJEMEN HIDUP DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar