PENDAHULUAN
Pengertian hijrah menurut bahasa/etimologi adalah
berpindah dari tempat yang satu ke tempat berikutnya. Sedangkan menurut arti istilah/terminologi adalah
berpindah dari satu medan
juang yang sempit (karena terdesak oleh situasi keamanan yang tidak kondusif)
menuju ke arena yang lebih luas dan memberikan harapan di masa mendatang, di
mana hal ini merupakan suatu taktik dan
strategi dalam perjuangan untuk menyampaikan risalah/dakwah Islamiyah.
HAKIKAT HIJRAH NABI
Banyak komentar tentang hal ini
dari kalangan ilmuan Barat, bahwa hijrahnya Nabi Muhammad itu adalah sebagai
usaha to be differentmen (mengubah dari wajah seorang guru agama di
Mekkah menjadi kepala suku di Madinah). Adalagi yang memandangnya sebagai transfiguration
(penanjakan pribadi Muhammad) atau sebagai geographical emigration (perpindahan
tempat untuk berdakwah). Bahkan ada pula yang dengan nada ‘sinis’ mengatakan
bahwa hijrah ini adalah flaight or
own flaight (lari atau melarikan diri). Dan masih banyak lagi komentar
tentang hijrahnya Rasulullah tersebut, khususnya dari kalangan orang-orang yang
tidak senang dengan perjuangan beliau.
Syekh Muhammad Syaltut (mantan
rektor Universitas al-Azhar Kairo) mengatakan bahwa hijrahnya Rasulullah beserta
para sahabatnya itu bukanlah upaya lari untuk menyelamatkan diri dan bukan pula
karena tidak mampu menghadapi kekuatan musuh yang besar atau untuk mencari
serta menumpuk kekayaan dan mengejar kedudukan dan kekuasaan, tetapi hijrah ini
mereka lakukan sebagai kelanjutan dari
hijrah nurani/hijrah qalbiyah untuk mempertahankan ideologi dalam rangka
menegakkan kebenaran dan mengaktualisasikan akhlaqul karimah serta
menghancurkan kebatilan.
Senada dengan pendapat ini
adalah apa yang dikemukakan Dr. Muhammad al-Fahlan yang mengatakan bahwa hijrah
Nabi bukan melarikan diri dari medan juang, dan bukan pula semata berpindah
dari satu negeri ke negeri yang lain, tetapi beliau berpindah menjauhkan diri
dari bumi yang penuh kemusyrikan, bumi yang diperintah oleh kejahilan,
kejahatan, dan kekejaman, menuju suatu tempat/bumi yang akan memancarkan sinar
kebenaran, sinar keimanan, suatu upaya revolusioner untuk menebar cahaya iman
untuk menerangi kegelapan jiwa, memberantas segenap kekejaman dan kezaliman.
HIJRAH DALAM AL-QUR’AN
Dalam Al-Qur’an tidak kurang
dari tigapuluh ayat yang menyebut kata hijrah. Ayat-ayat tersebut menjelaskan
dan menafsirkan makna hijrah itu sendiri sebagai sebuah solusi terakhir yang
harus dilakukan manakala tidak lagi ditemukan cara atau jalan lain untuk
melanjutkan misi dakwah dan atau mempertahankan keimanan. Hijrah dilakukan
harus dengan penuh perhitungan, tidak hanya semata-mata karena terdesak situasi
daerah yang akan ditinggalkan, akan tetapi daerah yang menjadi tujuan juga
haruslah daerah yang memberikan harapan bagi cita-cita dan perjuangan,
sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya 14 abad silam.
Dalam Al-Qur’an, Allah memberi
jaminan dan janji baik bagi mereka-mereka
yang melakukan hijrah itu dengan ampunan dan syurga. Allah berfirman:
فالذين هاجروا وأخرجوا
من ديارهم وأوذوا فى سبيلى وقاتلوا وقتلوا لأكفرن عنهم سيئاتهم ولأدخلنهم جنات تجرى
من تحتها الأنهار (ال عمران: 195)
“Maka
orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang
disakiti pada jalan-Ku, yang berperang
dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan
pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di
bawahnya ... “ (Q.S. Ali Imran: 195).
Dalam surat an-Nahl: 41, Allah
swt. berfirman:
والذين
هاجروا فى الله من بعد ما ظلموا لنبوئنهم فى الدنيا حسنة ولأجر الآخرة أكبر لو
كانوا يعلمون (النحل: 41)
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah
sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada
mereka di dunia dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau
mereka mengatahui.”
Dalam ayat
110 surat yang
sama disebutkan pula:
ثم
إن ربك للذين هاجروا من بعد ما فتنوا ثم جاهدوا وصبروا إن ربك من بعدها لغفور رحيم
. (النحل: 110)
“Dan sesungguhnya Tuhanmu (Pelindung) bagi
orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad
dan sabar, sesungguhnya Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Ayat-ayat di atas telah menjelaskan sebab-sebab dan motivasi hijrah. Dari ayat-ayat tersebut ditandaskan
dengan jelas beberapa unsur dan kondisi yang memungkinkan atau memperbolehkan
kita untuk hijrah. Unsur-unsur tersebut antara lain; unsur pengusiran; unsur penyiksaan; unsur
penganiayaan; dan unsur fitnahan.
Tindak kekejaman yang dilakukan
rezim Quraisy di Mekkah dan para Kuffar
di sekitarnya telah mencapai puncak dan melewat batas toleransi; yakni
terancamnya ketenteraman rohani dan jasmani. Maka pada kondisi inilah perintah
hijrah turun kepada Nabi saw. Dengan kata lain, apabila seseorang tidak lagi
memperoleh kebebasan, tidak lagi merdeka atau leluasa dalam menyebarkan dan
mengmebangkan syariat Islam di mana ia berada, maka barulah hijrah itu boleh
dilakukan.
Dalam menghindari siksaan,
penganiayaan, dan fitnahan dalam menyebarkan dakwah islamiyah di Mekka
Rasulullah juga pernah mengajak para sahabat
untuk hijrah ke negeri Habasyah dan ke Thaif. Walaupun banyak halangan
dan rintangan dalam menjalankan dakwahnya, Rasulullah tetap tidak pernah
berhenti, bahkan kobaran semangat juangnya itu ikut tumbuh membara di dada para
sahabat. Hal ini dapat dilihat ketika upaya tekanan dari masyarakat Mekkah
semakin kuat, para sahabat secara diam-diam memperkenalkan Islam kepada orang-orang Yastrib. Seorang da’i muda bernama Mus’ab bin Umair
dikirim untuk mendampingi para sahabat itu. Dan dari sinilah akhirnya peduduk
Madinah berduyun-duyun memeluk agama Islam.
ASPEK RUHANIAH DALAM PERISTIWA HIJRAH
Tahap demi tahap perkembangan situasi
orang-orang Madinah ini lebih tampak dan jelas
memberikan sambutan dengan lebih cepatnya mereka itu menerima ajaran
Islam, sehingga hanya dalam kurun beberapa tahun saja (pada tahun 622 M)
terwujudlah suatu perjanjian antara Nabi beserta para sahabatnya di Mekkah dengan Kabilah Aus dan Kabilah
Khazraj, di mana kedua belah pihak berjanji akan saling membela jiika ada
penyerangan dari pihak luar, dan akan
membagi suka dan duka. Perjanjian yang dibuat secara rahasia ini akhirnya sampai juga ke telinga orang-orang
Quraisy. Akibatnya, orang-orang Yastrib yang datang ke Mekkah terus ditangkapi
dan disiksa. Dan terhadap Nabi beserta sahabat-sahabatnya diteror terus
menerus, baik secara fisik maupun mental. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran
orang Quraisy jika nantinya perjanjian antara Nabi dan penduduk Yastrib
tersebut betul-betul berjalan secara efektif, yang tentunya akan merugikan
kelompok Quraisy secara politis.
Pada
hakikatnya, Rasulullah beserta para sahabatnya sebelum melakukan hijrah fisik,
beliau telah berulang kali melaksanakan hijrah qalbiyah, yaitu menjauhkan diri
dari suasana kemusyrikan yang melanda masyarakat ketika itu. Mereka menjauhkan diri agar
tidak terpengaruh dari suasana yang menyesatkan, dari tingkah laku kotor dan
tekanan serta intimidasi. Dengan cara-cara seperti tadi, mental para sahabat
dapat bertahan dan menjadi kuat, menjadi gigih dalam berjuang dan semakin teguh
pendiriannya.
Oleh karena itulah, tetkala
mereka harus benar-benar melakukan hijrah fisik, hati mereka tidak lagi merasa
bimbang, karena hal demikian bukanlah berarti lari menyelamatkan diri, bukan
pula karena takut dalam menghadapi musuh, tetapi mereka hijrah untuk
mempertahankan perjuangan, untuk menyampaikan risalah islamiyah. Mereka hijrah
melanjutkan hijrah qalbiyah yang sebelumnya telah pernah mereka lakukan dan sekaligus
sebagai bentuk realisasi untuk menengakkan kebenaran dan melaksanakan akhlaq
yang luhur.
HIJRAH DAN TATANAN MASYARAKAT BARU
Setelah sampai di Madinah, ada tiga aspek pokok yang dilakuan
Rasulullah dalam rangka membangun tatanan masyarakat baru, yaitu;
1. Iqamat sya’airul Islam, yakni menegakkan syi’ar
agama Islam. Sebagai langkah yang dilakukan Nabi ini adalah mendirikan masjid
Quba sebagai tempat ibadah dan sebagai tempat mengatur dan menkoordinir
kegiatan-kegiatan lainnya.
2. Membangun ekonomi Islam
dengan mepererat persaudaraan seagama atau dikenal dengan nistilah mu’akhah
al-islamiyah. Kehidupan ekonomi yang tadinya serba egois, kapitalis,
diganti dengan ekonomi persaudaraan yang didasari oleh semangat sosial ukhuwah
Islamiyah. Pedagang Muhajirin yang
datangnya dari Mekkah disatukan dengan petani-petani Anshor Madinah untuk
menegakkan susunan baru bagi tatanan perekonomian menurut ajaran Islam.
3. Menetapkan
peraturan-peraturan dasar negara yang disabut Kitabun Nabi atau piagam
tertulis dari Nabi. Para sarjana Barat
menyebut piagam ini sebagai Constitution of Madina (konstitusi Madinah).
Piagam inilah yang dianggap sebagai First
constitution of Islam (Undang-undang negara Islam yang pertama) atau the
First Written Constitution on the World (konstitusi pertama di dunia).
0 komentar " HAKIKAT HIJRAH DITINJAU DARI DIMENSI ROHANI ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar