Al-Sofwah 1999
Realita yang ada pada generasi muda
muslim pada masa sekarang ini, secara mayoritas sedang terbuai dengan ribuan
jaring kemungkaran modernisasi, seperti perzinaan dengan berbagai modelnya,
namun justru ia sering dijadikan standar kemajuan dan globalisasi.
Seks yang merupakan fitrah dan karunia Allah Ta'ala berubah
fungsi menjadi ajang komoditi mencari keuntungan sebesar mungkin. Norma-norma
yang berlaku di dalam tata kehidupan tidak lagi menjadi pegangan. Pupusnya rasa
malu kaum Hawa terlihat pula dari turut andilnya mereka menanam saham kebatilan
di bidang sandang. Mode-mode pakaian yang dililitkan ke tubuhnya sudah begitu
jauh dari tuntunan syari'at. Padahal Allah Ta'ala berfirman:
"Hai Nabi! Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anakmu yang perempuan dan orang-orang perempuan yang
beriman, supaya mereka menutup tubuhnya dengan jilbab, yang demikian itu supaya
mereka lebih dikenal, karena itu supaya mereka tidak diganggu, dan Allah itu
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Ahzab: 59).
Bila ayat ini masih dianggap belenggu yang merantai kebebasan kaum
Hawa, maka dapatlah dipastikan, hujan birahi pun tak kan terelakkan, hingga
dengan mudahnya kita saksikan jutaan perempuan bergentayangan di jalan-jalan,
dan mempersilakan auratnya disapu mata sembarang orang. Padahal Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dalam riwayat Imam Muslim bersabda, artinya:
"Mereka tidak akan masuk Surga dan
tidak akan mencium wangi Surga, padahal wangi Surga itu tercium sejauh
perjalanan sekian dan sekian."
Sebab meskipun berpakaian, pada
hakikatnya mereka telanjang. Ironinya, setiap hari kita selalu dihadapkan kepada
permasalahan di atas, yaitu urusan kelamin (seksualitas). Kemana-mana kita
terganggu oleh rayuan perempuan, wajahnya, lenggak-lenggoknya, suaranya,
semuanya penuh magnit dan daya tarik.
"Dijadikan indah pada pandangan manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat
kembali yang baik." (Ali Imran: 14).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya:
"Tidaklah ada suatu cobaan yang terjadi
sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki, yang melebihi bahayanya
cobaan yang berhubungan dengan soal wanita". (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin wa
Nuzhatul Musytaqqin menyatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan tumbuhnya
perasaan cinta, yaitu:
- Sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang yang membuat ia dicintai oleh kekasihnya.
- Perhatian sang kekasih terhadap sifat-sifat tersebut.
- Pertautan antara seseorang yang sedang jatuh cinta dengan orang yang dicintainya.
Dengan kelengkapan ketiga faktor cinta yang dikemukakan oleh Ibnul
Qayyim tersebut, maka terbuktilah tali percintaan, dan akan menjadi lemah jika
terdapat kekurangan dari ketiga faktor itu. Hal ini diakui oleh Islam dan oleh
semua pihak yang menentang Islam. Tapi Islam membedakan antara cinta dan seks
sebagai nafsu. Cinta adalah mawaddah wa rahmah, sedang nafsu
seks sebagai naluri adalah nafsu syahwat. Keduanya hanya bisa bersatu dalam
perkawinan, karena berseminya cinta yang terjadi sesudah pernikahan adalah cinta
yang dijamin oleh Allah Ta'ala, sebagaimana tercantum dalam surat Ar-Rum
ayat 21, artinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir."
Dari ayat di atas dapat kita simpulkan,
bahwa Islam tidak mengenal percintaan sebelum perkawinan yang sah, apalagi
dengan pengumbaran nafsu syahwat, sehingga menjadi naluri dan cenderung mengajak
pada perbuatan-perbuatan yang mengundang murka Allah Ta'ala, sebagaimana
telah termaktub dalam Surat Yusuf ayat 53, artinya: "Dan aku tidak membebaskan
diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ibnul Qayyim berkata: "Hubungan intim
tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya
akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya
telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul
keinginan lain yang belum diperolehnya."
"Bohong!", itulah komentar sinis mereka guna membela nafsu
syahwatnya, untuk melegimitasi percintaan secara haram. Bahkan lebih parah lagi,
mereka berani bersumpah, cinta yang dilahirkan bersama sang kekasih adalah cinta
suci, bukan cinta birahi dan syaithani. Padahal yang dijaga dalam Islam bukanlah
semata-mata perihal kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja, tetapi lebih
dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan, kaki dan sekujur anggota
tubuh. Bahkan kesucian hati juga wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan
dengan bukan mahramnya, zinanya hati adalah membayangkan dan mengkhayal, dan
zinanya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan mahramnya.Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Telah ditulis atas anak Adam bagiannya
dari hal zina yang akan ditemui dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Zinanya mata
adalah melihat, zinanya telinga adalah mendengar, zinanya kaki adalah berjalan,
dan zinanya hati adalah keinginan dan berangan-angan, dan semua itu dibenarkan
atau didustakan oleh kelaminnya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Namun jaring-jaring cinta di luar
perkawinan telah meninabobokkan manusia dalam tali asmara. Asmara yang
bergejolak menuntut keintiman dan kesyahduan, sehingga cinta buta menjadi mahar
yang menghalalkan hubungan kelamin kisah kasih dua insan yang berlainan jenis.
Untuk itu dalam menghadapi semua ini, hendaklah kita senantiasa
berpedoman pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, di antaranya
adalah:
A. Menjaga Pandangan Mata
Memelihara mata cukuplah dengan menundukkan pandangan bila ada
pria atau wanita yang bukan mahramnya, dan jangan memandangnya berulang-ulang.
Hal ini diatur oleh Allah dan RasulNya agar kita dapat mengendalikan mata
sebagai panca indera yang sangat peka terhadap seks. Allah Ta'ala
berfirman, artinya: "Katakan-lah kepada orang-orang yang
beriman agar mereka menundukkan sebagian dari pandangan mata (terhadap wanita)
dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka.
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan, dan katakanlah kepada
wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa
nampak daripadanya." (An-Nur: 30-31).
Tapi ada pula memandang untuk suatu keperluan yang diperbolehkan,
seperti dalam pengobatan, peminangan dan segala sesuatu yang telah disyari'atkan
dalam Islam. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, artinya:
"Dari Mughirah bin Syu'bah, bahwa ia
hendak menikah dengan seorang wanita, Nabi bertanya, 'Sudahkah kamu
melihatnya?', 'Belum', jawabnya, lalu Nabi bersabda, 'Lihatlah ia, sesungguhnya
dengan melihatnya lebih menenteramkan hati kamu berdua'." (HR.
An-Nasa'i, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
B. Menjauhi Pergaulan Bebas
Pergaulan bebas pasti menimbulkan hal-hal negatif yang tidak
diinginkan. Hal ini bisa dilihat di barat, yang meng-agungkan kebebasan dalam
segala hal, termasuk dalam seks. Kini mereka menjerit, angka perceraian sangat
tinggi, setiap menit terjadi tindak perkosaan dan pranata pernikahan diragukan,
terjadilah dekadensi moral dan tersebar berbagai penyakit kelamin.
Allah Ta'ala membuat rambu-rambu pergaulan laki-laki dan
wanita yang bukan mahramnya dalam firmanNya:
"Dan janganlah kalian mendekati zina,
sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk." (Al-Isra': 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan
hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak
didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah
syaitan." (HR. Ahmad).
Apalagi halnya sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan
mahramnya.
A'isyah radiallahu anha berkata: "Tangan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tidak pernah sama sekali menyentuh
tangan perempuan di dalam bai'at, bai'at Rasulullah dengan mereka adalah berupa
ucapan." (HR. Al-Bukhari).
(Abu Abbas).
(Abu Abbas).
0 komentar " WANITA, CINTA DAN NALURI SEKS DALAM TINJAUAN ISLAM ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar