Pelajar
adalah manusia yang hidup dalam situasi transisi antara dunia anak menuju
dewasa. Disinilah ruang dimana seorang manusia remaja mulai menyadari
kebutuhan-kebutuhan sosialnya untuk diterima sekaligus diakui oleh komunitas masyarakat
disekitarnya. Ruang baru yang mereka huni tersebut terkadang menuntut hadirnya
kultur solidaritas yang dalam beberapa kasus, bukan tidak mungkin, menyimpang
menjadi sebuah sikap fanatisme dan vandalisme. Inilah mengapa kemunculan
fenomena tawuran selalu diwarnai dengan kehadiran kelompok-kelompok vandalistik
(baca: gank) yang biasanya mengundang perasaan-perasaan fanatisme berlebih dari
setiap anggotanya.
Tawuran
pelajar adalah modus baru kejahatan di kota-kota besar. Mereka bergerombol/
berkumpul di tempat-tempat keramain (halte, mall-mall, jalan-jalan protocol)
siap mencari lawannya, tetapi tak jarang sasaran mereka justru pelajar sekolah
yang tidak pernah ada masalah dengan sekolahan mereka. Dengan berpura-pura
menanyakan nama seseorang yang mereka cari, dengan beraninya merampas atau
meminta uang dengan paksa kepada pelajar yang mereka temui. Dengan berbekal
senjata tajam, gier, rantai, alat pemukul mereka siap mencari sasaraan dan
melakukan tindak kekerasan.Para pelajar ini menurunkan kebiasan buruknya kepada
adik-adik kelasnya, sementara mereka sudah naik satu jenjang menjadi mahasiswa.
Dengan berbekal pengalaman tawuran ini, jadilah mahasiswa yang memiliki
bibit-bibit kekerasan. Dengan perkembangan aktivitas kampus, maka mereka-mereka
kerap mendompleng nama reformasi untuk bisa berbuat tindak kekerasan dan memicu
terjadinya konflik dengan aparat keamanan.
Seperti
yang terjadi akhir-akhir ini, mahasiswa tawuran bukan saja antar kampus tetapi
terjadi juga di dalam satu kampus. Ini bisa terjadi karena kebiasaan buruk
mereka sebelum menjadi mahasiswa. Bibit-bibit kekerasan sudah tertanam begitu
dalam sebelum mereka melangkah kejenjang mahasiswa.
Kembali
lagi kepada latar belakang, mengapa pelajar begitu mudah untuk melakukan tindak
kekerasan tawuran, inilah penyimpangan-penyimpangan yang tumbuh subur pada diri
para pelajar. Mereka beralasan karena solidaritas pertemanan, di sinilah
kekeliruan awal yang harus cepat dibetulkan sehingga tidak berkembang menjadi
suatu kebutuhan untuk melakukan tawuran ini. Remaja atau generasi muda berada
dalam dua paradigma yang saling bertolak belakang. Di satu sisi remaja dianggap
sebagai usia potensial di mana mereka mempunyai kelebihan energi, berpikir
tanggap, tangkas dan bermotivasi kuat. Di satu sisi masa remaja diasosiasian
sebagai sumber keributan, sumber pemasalahan sosial, dan pertikaian.
Anak-anak pelajar adalah
remaja harapan bangsa, yang akan menggantikan para pemimpin bangsa ini. Peran
sekolah, lingkungan, orangtua dan pemerintah merupakan satu kesatuan yang harus
bertanggung jawab dan bekerjasama dengan baik untuk menanggulangi ini semua.
Dengan adanya kerjasama, baik lingkungan pendidikan, orangtua dan pemerintah
akan memberikan solusi untuk pemecahan masalah ini. Lingkungan pendidikan agar
selalu menekankan sekolah-sekolah untuk berkomunikasi aktif dengan orang tua
siswa dan pemerintah sendiri agar bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan
untuk membuat kebijakan-kebijakan dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh
dan selalu melakukan evaluasi secara kontinyu tentang pelaksanaan dari
kebijakan itu.
Berikan motivasi pelajar-pelajar dengan menggerakkan mahasiswa-mahasiswa yang
berprestasi agar mau membimbing dan berinteraksi sehingga bisa merubah pola
pandang mereka untuk berbuat yang terbaik bagi dirinya, orang tuanya dan nama
baik sekolah mereka.
0 komentar " TAWURAN DENGAN BERBAGAI TEORI DAN CONTOH ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar