BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah peradaban manusia, keluarga
dikenal sebagai suatu persekutuan (unit) terkecil, pertama dan utama dalam
masyarakat. Dari persekutuan inilah manusia berkembang biak menjadi suatu
komunitas masyarakat dalam wujud marga, puak, kabilah dan suku yang seterusnya
menjadi umat dan bangsa-bangsa yang bertebaran di muka bumi. Keluarga adalah
inti dari jiwa dari suatu bangsa, kemajuan dan keterbelakangan suatu bangsa
menjadi cermin dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada bangsa tersebut.
KB juga
berarti suatu tindakan perencanaan pasangan suami istri untuk mendapatkan
kelahiran yang diinginkan, mengatur interval kelahiran dan menentukan jumlah
anak sesuai dengan kemampuannya serta sesuai situasi masyarakat dan negara.
Dengan demikian, KB berbeda dengan birth control,
yang artinya
pembatasan/penghapusan kelahiran (tahdid al-nasl), istilah birth
control dapat berkonotasi negatif karena bisa berarti aborsi dan strerilisasi
(pemandulan)
Perencanaan keluarga merujuk kepada penggunaan
metode-metode kontrasepsi oleh suami istri atas persetujuan bersama di antara
mereka, untuk mengatur kesuburan mereka dengan tujuan untuk menghindari
kesulitan kesehatan, kemasyarakatan, dan ekonomi, dan untuk memungkinkan mereka
memikul tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan masyarakat.
BAB II
PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA
A.
Pengertian Keluarga Berencana (KB)
Dalam sejarah peradaban manusia, keluarga dikenal
sebagai suatu persekutuan (unit) terkecil, pertama dan utama dalam masyarakat.
Dari persekutuan inilah manusia berkembang biak menjadi suatu komunitas
masyarakat dalam wujud marga, puak, kabilah dan suku yang seterusnya menjadi
umat dan bangsa-bangsa yang bertebaran di muka bumi. Keluarga adalah inti dari
jiwa dari suatu bangsa, kemajuan dan keterbelakangan suatu bangsa menjadi
cermin dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada bangsa tersebut.
KB
(Keluarga Berencana) yaitu membatasi jumlah anak, hanya dua, tiga dan lainnya.
Keluarga Berencana yang dibolehkan syariat adalah suatu usaha
pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas
kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (mashlahat)
keluarga, masyarakat maupun negara. Dengan demikian, KB di sini mempunyai arti
yang sama dengan tanzim al-nasl (pengaturan keturunan). Penggunaan
istilah ”Keluarga Berencana” juga sama artinya dengan istilah yang umum dipakai
di dunia internasional yakni family planning atau planned
parenthood, seperti yang digunakan oleh international Planned
Parenthood Federation (IPPF), nama sebuah organisasi KB internasional yang
berkedudukan di London.
KB
juga berarti suatu tindakan perencanaan pasangan suami istri untuk mendapatkan
kelahiran yang diinginkan, mengatur interval kelahiran dan menentukan jumlah
anak sesuai dengan kemampuannya serta sesuai situasi masyarakat dan negara.
Dengan demikian, KB berbeda dengan birth control, yang artinya pembatasan/penghapusan
kelahiran (tahdid al-nasl), istilah birth control dapat berkonotasi
negatif karena bisa berarti aborsi dan strerilisasi (pemandulan).
Perencanaan
keluarga merujuk kepada penggunaan metode-metode kontrasepsi oleh suami istri
atas persetujuan bersama di antara mereka, untuk mengatur kesuburan mereka
dengan tujuan untuk menghindari kesulitan kesehatan, kemasyarakatan, dan
ekonomi, dan untuk memungkinkan mereka memikul tanggung jawab terhadap
anak-anaknya dan masyaraka
B. Pandangan islam tentang ( KB )
1.Hukum Ber-KB
KB secara prinsipil dapat diterima oleh Islam,
bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan
melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam
yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, Kb juga memiliki
sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari
fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah
kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam. Namun
persoalannya kemudian adalah : sejauh mana ia diperbolehkan? dan apa saja
batasannya?. Hal tersebut akan terjawab pada penjelasan dibawah ini.
2. Makna Keluarga Berencana
Para ulama yang KB sepakat bahwa Keluarga
Berencan (KB) yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha
pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas
kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan
(maslahat) keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti sama dengan
tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al
nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam
arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang.
Pemandulan dan aborsi yang dilarang oleh Islam disini adalah tindakan
pemandulan atau aborsi yang tidak didasari medis yang syari`i. Adapun aborsi
yang dilakukan atas dasar indikasi medis, seperti aborsi untuk menyelamatkan
jiwa ibu atau karena analisa medis melihat kelainan dalam kehamilan, dibolehkan
bahkan diharuskan. Begitu pula dengan pemandulan, jika dilakukan dalam keadaan
darurat karena alasan medis, seperti pemandulan pada wanita yang terancam jiwanya
jika ia hamil atau melahirkan maka hukumnya mubah. Kebolehan KB dalam batas
pengertian diatas sudah banyak difatwakan , baik oleh individu ulama maupun
lembaga-lembaga ke Islaman tingkat nasional dan internasional, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kebolehan KB dengan pengertian /batasan ini sudah hampir
menjadi Ijma`Ulama. MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa
serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan
Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang
membolehkan KB dalam arti tanzim al-nasl, tetapi kita harus tetap memperhatikan
jenis dan cara kerja alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.
3. Metode/ Alat Hukum Penggunaannya
kontraseksi
Ada lima 5 persoalan yang terkait dengan penggunaan
alat kontrasepsi, yaitu :
1. Cara kerjanya, apakah mencegah kehamilan (man’u
al-haml) atau menggugurkan kehamilan (isqat al-haml)?
2. Sifatnya, apakah ia hanya pencegahan kehamilan
sementara atau bersifat pemandulan permanen (ta’qim)?
3. Pemasangannya, Bagaimana dan siapa yang memasang
alat kontrasepsi tersebut? (Hal ini berkaitan dengan diatas, sudah menjadi
kesepakatan para ulama dalam forum-forum ke Islaman, baik pada tingkat nasional
maupun Internasional (ijma’al-majami).
Sumber: Drs.H. Aminudin Yakub,MA-Wakil Sekretaris
Komisi Fatwa MUI Pusat
Diposkan
oleh Keluarga Berencana dalam Islam masalah hukum melihat aurat orang lain).
4. Implikasi alat kontrasepsi terhadap kesehatan
penggunanya.
5. Bahan yang digunakan untuk membuat alat kontrasepsi
tersebut.
Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah
yang cara kerjanya mencegah kehamilan (man’u al-haml), bersifat sementara
(tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri olrh yang bersangkutan atau oleh
orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang pada
dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia
dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus berasal dari bahan
yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudlarat) bagi
kesehatan.
Alat/metode kontrasepsi yang tersedia saat ini telah
memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas, oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa KB secara substansial tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan
merupakan salah satu bentuk implementasi semangat ajaran Islam dalam rangka
mewujudkan sebuah kemashlahatan, yaitu menciptakan keluarga yang tangguh,
mawardah, sakinah dan penuh rahmah. Selain itu, kebolehan (mubah) hukum ber-KB,
dengan ketentuan-ketentuan seperti dijelaskan
BAB
III
KESIMPULAN
KB secara prinsipil dapat diterima
oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang
berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan
syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya. Selain itu, Kb juga
memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila
dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan
mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam. Namun
persoalannya kemudian adalah : sejauh mana ia diperbolehkan? dan apa saja
batasannya?. Hal tersebut akan terjawab pada penjelasan dibawah ini.
0 komentar " TETNTANG KELUARGA BERENCANA (KB) DALAM PANDANGAN ISLAM ", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar